A. Laporan Keuangan Fiskal
LAPORAN
KEUANGAN FISKAL
A. Pengertian
Laporan Keuangan Fiskal
Laporan
keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan
perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak. Rekonsiliasi
fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan,
khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba menurut perpajakan
(fiskal). Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai hasil
usaha (Income statement)
dan keadaan keuangan (Balance
Sheet) dari satu entitas, sedangkan laporan keuangan fiskal
ditujukan untuk menghitung penghasilan kena pajak dan beban pajak yang harus
dibayar ke Negara. Laporan keuangan komersil berdasarkan prinsip akuntansi
yang berlaku umum, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
atau standar lain, sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun
berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Perpajakan lain. Perbedaan penggunaan
standar atau prinsip dasar dalam penyusunan Laporan Keuangan – terutama laporan
rugi laba- , mengakibatkan perbedaan perhitungan laba rugi suatu entitas (Wajib
Pajak) antara laba rugi komersil dan laba rugi fiskal, yang akan berakibat
adanya perbedaan perbedaan beban pajak komersial dan beban pajak seharusnya
dibayar ke Negara.
Pendekatan
penyusunan laporan keuangan fiscal sebagai solusi antara ketentuan akuntansi
dan pajak yaitu :
1. Ketentuan
pajak secara dominan mewarnai praktek akuntansi, Dalam pendekatan ini laporan
keuangan fiscal murni disusun atas dasar perpajakan. Dengan demikian dalam
melakukan pembukuan perusahaan menyusun laporan harus menurut ketentuan
perpajakan dan menurut praktek pembukuan.
2. Ketentuan
pajakuntuk tujuan penyusunan laporan keuangan merupakan standar indepensi dari
prinsip akuntansi, dalam pendekatan ini perusahaan bebas untuk menyelenggarakan
pembukuan berdasarkan prinsif dan metode akuntansi.
3. Ketentuan
pajak merupakan sisipan terhadap standar akuntansi, pendekatan ini laporan
keuangan atas dasar standar akuntansi. Tetapi preferensi di berikan kepada
ketentuan pajak apabila tidak sesuai dan sejalan dengan standar akuntansi.
B. Perbedaan
Orientasi Pelaporan
Dalam
system perpajakan, Negara mempunyai instrument untuk mencapai dua tujuan utama
yaitu menutup kebutuhan financial dan memepengaruhi kehidupan social ekonomi
nasional. Secara budgetair pajak merupakan alat untuk mentransfer sumberdaya
dari masyarakat kepada Negara. Negara lebih memperhatikan laporan keuangan
dilampirkan dalam SPT yang meliputi unsur:
1. Laba
tahun berjalan
2. Distribusi
laba
3. Peredaran
4. Pengeluaran
untuk karyawan dan pembelian jasa yang lain.
Sedangkan
tujuan SPT dalam komersial disusun untuk
berbagai pemakai terutama berkepentingan dengan kinerja ekonomi dan keadaan
financial perusahaan yang tercantum dalam laporan tersebut.
Plaporan
akuntansi komersial dan fiscal memerlukan penilaian atas setiap fakta untuk
menentukan posisi financial dan hasil operasi. Meskipun berbeda bentuk laporan
keduanya saling berhubungan satu sama lainnya. Dalam penyusunan laporan
keuangan komersial dan fiscal terdapat ketidak samaan orientasi dan sifat dari
pelaporan tersebut, terutama menyangkut tingkat toleransi fleksibilias
pemilihan standar. Pelaporan keuangan komersial disusun berdasarkan konsep kewajaran penyajian dengan implikasi
manajemen dapat mengambil suatu pertimbangan sepanjang batasan toleransi
prinsip akuntansi. Apabila terdapat
keraguan pengukuran atas suatu transaksi , maka laporan komersial yang akan
mengambil solusi agar laporan tampak low profile. Sedangkan laporan fiscal
kurang memperhatikan atau fleksibilitas pemilihan standar. Persamaan nya
memperlakukan kepada semua wajib pajak menghendaki adanya keseragaman dan
simplikasi penyelenggaraan dan pengaturan untuk keperluan basis pajak.
C. Prinsip
Akuntansi Sebagai Subjek Perbedaan Orientasi
Kemampuan
pajak untuk mempengaruhi perilaku pengusaha umumnya dianggap suatu alasan
pendukung penyimpangan dari prinsip dan praktek akuntansi komersial.
Prinsip-prinsip akuntansi yang sering menjadi focus perbedaan orientasi antara
pelaporan keuangan fiscal dan pelaporan keuangan komersial seperti dibawah ini
:
1. Prinsip
pemadanan (matching) biaya dan manfaat
Untuk keperluan komersial,
prinsip ini menghendaki pengakuan pendapatan pada saat realisasi transaksi
pertukaran dan pembebanan biaya atau beban dalam masa yang sama dengan
pengakuan penghasilan. Meskipun dalam prinsip perpajakan (fiscal) menggaris
bawahi prinsip tersebut, sering kali kebijakan tersebut dihiraukan dan terjadi
penyimpangan seperti:
a. Perlakuan
pembayaran kenikmatan karyawan sebagai beban pengurang penghasilan meskipun
secara ekonomis pengeluaran tersebut merupakan unsure biaya yang dapat
menghasilkan profit bagi perusahaan.
b. Penyusutan
asset mulai tahun pengeluaran walaupun harta itu belum dimanfaatkan untuk mendapatkan
penghasilan.
c. Imputansi
penghasilan bentuk usaha tetap (BUT) atas dasar force of attraction walaupun
secara legal penghasilan itu tidak diperolehnya dan secara nyata tidak dicatat
dalam pembukuan.
2. Konsistensi
Metode ini digunakan untuk
menilai kinerja bisnis dari tahun ke tahun. Maka dari itu metode ini penerapan
nya secara tata asas, kecuali apabila terdapat bukti dan alasan yang kuat untuk
melakukan penggantian metode. Missal terhadap berbagai kelompok kelompok
dipakai metode penilaian dan pembukuan yang berbeda. Pada dasarnya laporan
fiscal juga menganut system ini. Tapi, dalam konsepsional ketentuan perpajakan
dapat menentukan lain, misalnya pengakuan hasil bisnis mancanegara.
3. Konservatisme
Yang dimaksud dengan laporan
keuangan fiscal yang konservatisme yaitu laporan keuangan dalam suatu transaksi
yang belum menjadi fakta harus diteliti kebenarannya. Dalam akuntansi
perusahaan memiliki anggaran untuk pembentukan poenyisihan atau resiko kerugian
yang mungkin diderita seperti cadangan kerugian piutang dan penghapusan
piutang. Dalam kasus ini administrasi pajak kurang tertarik dengan perhitungan-
perhitungan yang belum terjadi secara nyata. Perhitungan pajak lebih cenderung
kepada keadaan nyata atau sedang berlangsung dan sudah terjadinya transaksi
dengan meneliti elemen yang dikenakan pajak.
4. Substansi
mengesampingkan bentuk formal
Dalam konsep ini laporan
keuangan fiscal menitikberatkan kepada substansi ekonomi daripada bentuk
formal tiap transaksi atau fakta bisnis.
Kadangkala ketentuan tersebut dikesampingkan dan lebih mengutamakan benrtuk
formal dalam kasus tertentu seperti leasing.
D.
Perbedaan
Metode dan Prosedur Akuntansi
1. Metode Penyusutan dan amortisasi :
Akuntansi komersial membolehkan memilih metode penyusutan seperti straight
line method, sum of the years digits method, declining balance method, double
declining balance method, metode jam jasa, jumlah unit produksi dll.
Dalam fiskal untuk asset non bangunan, pemilihan metode penyusutan terbatas
pada metode garis lurus (straigth line method) dan Metode saldo
menurun (declining balance method). Sedangkan untuk asset bangunan
hanya metode garis lurus saja (straigth line method).
2. Metode Penghapusan Piutang : Dalam
akuntansi komersial, penghapusan piutang ditentukan berdasarkan metode
cadangan. Dalam fiskal, penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang
nyata-nyata tidak dapat ditagih.
E.
.
Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya.
1. Penghasilan diakui dalam akuntansi
komersil, tetapi bukan merupakan objek pajak. Dalam rekonsiliasi fiskal,
penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari Penghasilan Kena Pajak. Contoh
·
Penggantian
atau imbalan yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura.
·
Penghasilan
dividen yang diterima oleh perseroan terbatas, koperasi, BUMN/BUMD sebagai
Wajib Pajak dalam negeri dengan persyaratan tertentu.
·
Hibah,
bantuan, sumbangan.
·
Penghasilan
lain yang termasuk dalam kelompok bukan objek pajak.
Untuk detail, lihat pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
2. Penghasilan tertentu diakui dalam
akuntansi komersil tetapi pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi
fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total Penghasilan menurut
akuntansi komersial. Contoh :
·
Penghasilan
berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dll.
·
Penghasilan
hadiah undian.
Untuk detail, lihat pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
3. Penyebab perbedaan lain yang berasal
dari penghasilan :
·
Kerugian
usaha di luar negeri : Dalam akuntansi komersial, kerugian
tersebut mengurangi laba bersih,
dalam fiskal tidak boleh dikurangkan dari total penghasilan kena pajak.
·
Kerugian
usaha dalam negeri tahun-tahun sebelumnya : dalam akuntansi
komersil, kerugian tersebut tidak
berpengaruh dalam perhitungan laba bersih tahun berikut. Secara fiskal rugi
tahun sebelumnya, dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak tahun sekarang.
4. Pengeluaran tertentu diakui dalam
akuntansi komersil sebagai biaya atau pengurang penghasilan bruto, tetapi dalam
fiskal pengurangan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Dalam SPT tahunan PPh, merupakan koreksi fiskal positif yang diatur dalam Pasal
9 ayat (1) UU PPh. Contoh :
·
Imbalan
atau penggantian dalam bentuk natura.
·
Pajak
Penghasilan.
·
Sanksi
administrasi berupa denda, bunga, kenaikan dan sanksi pidana.
F. Penyusuna
Laporan Keuangan
Dalam
penyusunan laporan keuangan dengan prinsip akuntansi yang mengatur tentang
pengukuran dan pengakuan berarti dapat dipertanyakan bagaimana suatu laporan
keunagan dapat memenuhi baik untuk
keperluan pelaporan komersial maupun laporan fiscal. Dalam penyampaian SPT
pajak badan diharapkan agar dapat melampirkan laporan keangan, tetapi untuk
keperluan komersial perusahaanpada umumnya jarang sekali membuat laporan
keuangan. Seadangkan untuk penyampaian SPT orang pribadi tidak perlu melapirkan
laporan keuangan.
Susunan
laporan keuangan fiscal :
1. Input berupa dokumen dasar
2. Dicatat
dalam buku harian jurnal
3. Diklasifikasikan
dengan pencatatan posting pada buku
besar
4. Untuk
pengawasan, konfirmasi, dan klarifikasi maka di buat buku tambahan, seperti
piutang, hutang dll
5. Akhir
periode akuntansi di susun neraca percobaan yang di sesuaikan terhadap fakta
pada akhir tahun dan catatan penutup.
6. Dari
neraca percobaan tersebut dibuat laporan keuangan komersial
7. Rekonsiliasi
antara laporan keuangan komersial dan fiscal di atur dalam ketentuan perpajakan
8. Setelah
laporan keuangan diatur dalam kketentuan perpajakan akan menghasilkan laporan
keuangan fiscal.
G. Hubungan
laporan keuangan fiscal dengan laporan keuangan komersial
Dalam
laporan keuangan fiscal dapat di sesuaikan atau direkonsiliasikan ketentuan
perpajakan terhadap laporan keuangan komersial. Dari rekonsiliasi tersebut
untuk mengamankan perbedaan sementara seperti penyusutan, dapat dibuat pos- pos
tertentu. Dari aktivitas tersebut dapat dibuat pembukuan ganda yang
memungkinkan adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan standar
akuntansi komersial untuk mengamankan kontinuitas rekonsiliasi.
Dalam
praktek, pajak penghasilan dapat dihitung berdasarkan laba akuntansi (pajak teoritis) atau laba kena pajak (pajak
riil). Selisih antara keduanya di catat sebagai pos aktiva lain- lain di neraca
yang secara teoritis dapat dialokasikan dari waktu - kewaktu. Dari praktek
tersebut SAK memberikan kelonggaran kepada pengusaha untuk memilih metode
akuntansi pajak penghasilan. B. Metode Penyusutan Aktiva Tetap (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000)
-
Untuk aktiva kelompok I s.d. kelompok IV disusutkan dengan memakai metode garis lurus (straight line methode) atau metode saldo menurun (decline balance methode).
-
Untuk aktiva kelompok bangunan harus disusutkan dengan metode garis lurus.
-
Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas.
-
Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing kelompok telah ditetapkan sebagai berikut :
Kelompok Harta Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif PenyusutanMetode Garis Lurus
|
Tarif Penyusutan Metode Saldo Menurun
|
|
I.
|
Bukan Bangunan | |||
Kelompok I
|
4 Tahun
|
25%
|
50%
|
|
Kelompok II
|
8 Tahun
|
12,5%
|
25%
|
|
Kelompok III
|
16 Tahun
|
6,25%
|
12,5%
|
|
Kelompok IV
|
20 Tahun
|
5%
|
10%
|
|
II.
|
Bangunan :
|
|||
Permanen
|
20 Tahun
|
5%
|
||
Tidak Permanen
|
10 Tahun
|
10%
|
Contoh penggunaan metode garis lurus :
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp
100.000.000,00 dan masa manfaatnya 20 tahun, penyusutannya setiap tahun
adalah sebesar Rp 5.000.000,00 (= Rp 100.000.000,00 / 20)
Contoh penggunaan metode saldo menurun :
Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan
Januari 2000 dengan harga perolehan Rp 150.000.000,00. Masa manfaat
mesin tersebut adalah 4 tahun (tarif penyusutannya 50%). Maka
perhitungan penyusutannya adalah sbb :
Tahun
|
Tarif
|
Penyusutan
|
Nilai Sisa Buku
|
Harga perolehan
|
150.000.000,00
|
||
2000
|
50%
|
75.000.000,00
|
75.000.000,00
|
2001
|
50%
|
37.500.000,00
|
37.500.000,00
|
2002
|
50%
|
18.750.000,00
|
18.750.000,00
|
2003
|
Disusutkan sekaligus
|
18.750.000,00
|
0
|
Penetapan kelompok-kelompok aktiva tetap
diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (Kelompok aktiva non bangunan
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 dan khusus untuk perusahaan pertambangan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521/KMK.04/2000
|
||
Bangunan tidak permanen adalah bangunan
yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama
atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan yang masa manfaatnya tidak
lebih dari 10 tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu
untuk karyawan.
|
||
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002, harta berwujud berupa komputer, printer, scanner dan sejenisnya yang semula masuk ke dalam kelompok II berubah menjadi kelompok I. Penghitungan penyusutannya sbb : | ||
- | Penyusutan berdasarkan ketentuan lama (penyusutan kelompok II) berlaku sampai bulan Maret 2002. | |
- | Penyusutan dengan ketentuan baru (penyusutan kelompok I) berlaku mulai April 2002, dengan tetap menggunakan sisa manfaat semula yang akan mengalami penyesesuain/ percepatan secara otomatis. | |
Dalam rangka menyesuaikan dengan
karakteristik bidang-bidang usaha tertentu, seperti pertambangan minyak
dan gas bumi, perkebunan tanaman keras, perlu diberikan pengaturan
tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam usaha
tersebut, yang ketentuannya akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
|
||
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan
aktiva tetap tersebut di atas, maka jumlah nilai sisa buku fiskal
aktiva tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dan jumlah harga jual
(nilai pasar) atau penggantian asuransi yang diterima atau diperoleh
diakui sebagai penghasilan.
|
||
Dalam hal penggantian asuransi yang akan
diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian,
maka dengan persetujuan Dirjen Pajak jumlah nilai sisa buku fiskal
aktiva yang bersangkutan dapat dibebankan sebagai biaya masa kemudian
tersebut (matching expense againt revenue).
|
||
Dalam hal pengalihan aktiva berupa
bantuan, sumbangan, atau hibah yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, maka nilai sisa buku
fiskal harta tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya (kerugian)
bagi pihak yang mengalihkan dan bukan penghasilan bagi pihak yang
menerima. Sebaliknya, apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, maka bagi pihak yang
mengalihkan nilai sisa bukunya tidak dapat diakui sebagai biaya, dan
bagi penerimanya merupakan penghasilan.
|
No comments:
Post a Comment